Tuesday, September 14, 2021

Perjalanan Tak Terduga Saat Pandemi

Di saat pandemi mulai melanda di awal tahun 2020, saya masih merasa "Ah, paling hanya sekitar 3 bulan juga kelar." Lalu di akhir bulan September saat maskapai penerbangan me-refund tiket untuk perjalanan November, saya menerima kenyataan bawah ternyata pandemi in bisa berlangsung sangat lama, lebih lama dari yang saya bayangkan sebelumnya. Tapi saya tetap memperpanjang passport di bulan yang sama, bukan karena "siapa tahu bisa pergi" tapi mumpung imigrasi juga sepi, merasa lebih aman. Dan kali ini pun saya apply untuk e-passport, supaya bisa dapat visa waiver dari negara matahari terbit. Selain perjalanan ke Jepang di bulan November 2020 yang bubar, rencana perjalanan ke Taiwan di bulan Mei 2021 otomatis berhenti sampai rencana aja. 

Sebenarnya sih sedih banget harus batal perjalanan ke Jepang, karena ini pertama kalinya saya mengajak adik dan ipar untuk berlibur jauh bersama. Mereka pun sudah excited sekali, mau lihat Gunung Fuji, mau foto sama patung Hachiko, mau makan ramen favorit saya, dan banyaaaaak banget maunya! Tapi yang paling bikin mellow bukan saat tiket saya di refund, tapi saat saya harus cancel rumah sewaan di Tokyo πŸ˜‚ Rumahnya 2 lantai, rumah tradisional, walaupun dekat dengan Haneda (yang artinya agak jauh dari pusat kota), tapi hanya 1 kali naik kereta ke/dari airport Haneda. Ideal banget kan!

Di bulan April 2021, ada yang menyarankan untuk re-apply US Visa. Loh buat apa? Saya kan gak ada rencana buat ke US, not even in the next few years! Apalagi saat berkunjung di tahun 2011 saya kehilangan passport disana dan pulang dengan berbekal SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor). Saya pikir, haduh bisa ribet ini nanti di tanyain macem-macem. Eh tapi setelah dipikir-pikir, gak ada salahnya juga ya punya visa US, kali-kali dalem waktu 5 tahun ada kesempatan pergi atau mendadak pengen. Apalagi ditawarin akomodasi gratis kalau ingin berkunjung. Apalagi katanya mumpung lagi gampang karena sepi. Ya udah deh, mengisi aplikasi dengan jujur, ngaku pernah visit sekali, hilang passport disana juga, isi alamat tujuan juga dengan alamat orang yang menyarankan apply visa... Lalu di hari interview, yang lama itu proses antri di depan aja. Interviewnya sendiri paling cuma 1 menit. Kira-kira begini:

πŸ‘¨ : Why do you want to go?
πŸ‘© : Someone invited me and I thought why not, I can't go to any other part of the world anyway.
πŸ‘¨ : *ketawa* So where are you staying?
πŸ‘© : XXX's apartment. For free.
πŸ‘¨ : So you've been in the US before, when was it?
πŸ‘© : Summer 2011.
πŸ‘¨ : Ok, cool. You will get a notification when your passport is ready. Have a nice trip!
πŸ‘© : *bingung, udah gitu doang?* Thank you! *lalu melipir keluar*

5 hari kemudian dapat notifikasi surel kalau visa sudah jadi dan passport akan dikirimkan (karena saya pilih untuk dikirim saat mengisi aplikasi). Seneng dong yah, udah punya visa, dilihat-lihat, senyum-senyum, terus passportnya di simpen lagi di lemari sambil berharap semoga sebelon expire bisa kepake visanya πŸ˜… 

Awal bulan Mei udah terima THR dong... eh ada yang telpon dari US. Awalnya cuma nyuruh sesuatu, ujungnya: "Kesini aja mumpung saya ada disini!" Lalu saya kaya orang bego: Ha? Serius? Eh tapi ini masih pandemi loh! Eh tapi gak bisa kemana-mana gak tahu sampe kapan! Eh tapi ribet gak sih? dan "eh tapi eh tapi" lainnya... eh tapiiiii begitu balik kantor (pas di telpon saya di luar kantor) saya langsung buka portal nya Singapore Airlines, cek penerbangan, hubungi orang yang di US, sepakat tanggal nya, dan langsung beli tiket! There goes my THR! Sekedar lewat... πŸ˜‚πŸ˜‚ Yang lebih aneh, waktu saya beli tiket, harga tiket kelas ekonomi jauh lebih mahal di banding kalau kita ambil 1 way-nya premium economy. Tentu saya pilih yang pulangnya dengan premium econ, ga mau rugi lah. Seminggu kemudian saya dapat notifikasi bahwa pesawatnya ganti dan diminta menghubungi maskapai untuk re-issue tiket. Sempat bingung, kenapa musti re-issue ya kalau hanya ganti pesawat aja? Ternyata oh ternyata, penerbangan mereka semua hanya available untuk kelas Business dan Premium Economy, jadi tiket saya pun di upgrade gratis PP dengan kelas premium economy LOL Bahagiaaa! Karena kursi kelas PE ada foot-rest nya, jadi pinggang saya yang renta ini bisa selamat πŸ˜ 

Pada awalnya, sebelum pergi agak-agak niat mendokumentasikan proses penerbangan dengan serius dan baik, secara ini musim pandemi looooh, pasti beda kan. Pada akhirnya gak tercapai juga. Selain banyak keribetan proses transit, ditambah bawa backpack besar yang isinya portable monitor dan mini PC (supaya bisa WFH juga dari sana, tapi jadi beraaaaat), aduh sudahlah! Kalo niat atau inget foto ya foto, kalo nggak ya nonton aja. Cukup cerita-cerita ke orang terdekat apa bedanya proses penerbangan dan suasana transit, bahkan sambil sok-sok-an sedih memandang keluar jendela saat berjalan menuju boarding gate dan kirim pesan WA ke sahabat: "Finally in SIN tapi gak bisa ketemu huhuhuhuhu" halahhhhh!😌 Ow, sedihnya gak bo'ong loh, karena ada 2 teman dekat di sana yang biasanya ketemu paling tidak 1x setahun tapi ini sudah hampir 2 tahun cuma WA aja. Rindu acara curcol sambil makan-makan enak dan ngakak-ngakak gak jelas karena apa... CiPon and Momma Irene I miss you!! -- intermezzo

Anyway, mungkin saya bisa berbagi sedikit gimana proses penerbangan ya? Jadi saya terbang dari Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta dan pada saat check-in, kita wajib menyerahkan dokumen-dokumen ini selain passport:

1. Print-out hasil PCR negatif maksimal 72 jam sebelum keberangkatan dari Lab/Rumah Sakit yang terdaftar di sebagai Lab resmi di Kemenkes. Bisa di cek disini. Hasil PCR harus ada QR Code-nya yang akan di-scan dengan HP untuk mengecek keabsahannya oleh petugas maskapai. Saya membawa hasil PCR dari Bumame Farmasi. Penumpang di counter sebelah membawa hasil PCR yang tidak ada QR Code nya sehingga petugas maskapai harus menelpon dulu ke Lab tersebut untuk konfirmasi keaslian hasil PCR. Salah sendiri ye gak baca aturan dengan teliti!

2. Form Passenger Disclosure and Attestation to The United States of America yang sudah diisi dan ditanda-tangani. Pada dasarnya ini hanya formulir pernyataan bahwa kita bebas Covid-19 atau sudah dinyatakan sembuh selama minimal 3 bulan oleh lembaga kesehatan (kalau ini di tambah surat pernyataan resmi dari lembaga kesehatan terkait). Ini juga banyak penumpang yang gak bawa loh! Jadi harus di print dulu oleh petugas, disuruh isi, ttd. Jadi lama kan? 

Suasana lengang di Terminal 3 Bandara SoeTa

Entah bagaimana, saat menunggu boarding pass saya dibilang kena random check ("Ini biasa kok Bu, gak usah cemas, bisa terjadi sewaktu-waktu sama siapa aja." Begitu kata petugas sambil tersenyum) dan prosesnya agak lama sehingga saya hanya di beri boarding pass CGK- SIN, untuk boarding pass SIN - SFO akan diberikan di boarding gate katanya. Baiklah, maka saya pun berjalan menuju area keberangkatan. Ada petugas yang memeriksa passport dan boarding pass, lalu masuk menuju area pemeriksaan imigrasi, tinggal cari gate dan menunggu. Suasana airport? Sepiiiiiii sodara πŸ˜… Gak ada keramaian orang ketawa-ketawa atau ngobrol... semua mukanya serius, kebanyakan hanya terbang sendiri atau ber-dua, ada 2 pasangan yang membawa bayi. Rasanya kaya nunggu kereta terakhir menjelang tengah malam ROFL Lagi duduk menunggu nama saya dipanggil dan petugas di gate menyerahkan boarding pass SIN - SFO.

Penerbangan CGK - SIN sangat berbeda dari biasanya, bahkan tidak sampai 1/3 dari bangku terisi. Oh iya, masker wajib di gunakan di seluruh airport dan dalam sepanjang penerbangan, kecuali saat makan/minum. Selama di udara rasanya sepiiii saya juga males mau nonton ya apalagi cuma pendek waktunya. Ya sudahlah saya baca novel yang sudah di download di HP. Tiba di SIN sedikit lebih cepat dari jadwal, tapi proses keluar pesawatnya yang lama. Penumpang tidak boleh langsung turun seperti biasanya.

Yang pertama dipanggil keluar adalah penumpang yang memang tujuannya hanya sampai Singapore. Saya lihat hanya 2 orang yang berjalan keluar (1 dari kelas bisnis, 1 dari ekonomi). Sampai beberapa saat di panggil lagi lalu di sebut bahwa dalam daftar seharusnya ada 11 orang yang tercatat stop disana. Setelah berulang kali di panggil, gak ada yang jalan keluar juga. Akhirnya FA pun keliling menanyakan orang-orang siapa yang perhentiannya di Singapore. Dapet deh 9 orang lainnya, dan semua orang Indonesia! 😠 Entah gak ngerti Bahasa Inggris kah (pengumuman dalam Bahasa Inggris) atau ngantuk, tapi mereka bikin kita yang udah siap mau keluar jadi tertunda.

Bagian kedua yang dipanggil keluar adalah penumpang transit kelas Business. Dan terakhir penumpang sisanya. Begitu keluar pesawat, ternyata selain penumpang yang memang stop di Singapore semua sudah berbaris di luar. Ada petugas airport yang membantu proses keluar pesawat ini selain flight attendant / FA Kita diminta berbaris "in one straight line" lalu dipasang gelang transit. Sempat lama juga disini karena masih ada 1 penumpang yang gak keluar-keluar. Penumpang lain mulai gelisah karena jadi lama berdiri kan, apalagi saya yang bawa backpack berat, pegel cuy! Petugas yang bertugas membawa kami ke tempat transit pun berteriak bertanya kenapa dia belum boleh jalan? Eh petugas yang di dalam keluar dan bales berteriak (panjang barisan dari depan ke belakang lumayan juga yah, karena hanya 1 line), "There's one lady who's missing an earring, the stewardess are helping her to look for it!" Langsung pada asem deh muka penumpang yang sudah antri di luar LOL Setelah si penumpang terakhir keluar akhirnya kita semua berjalan rame-rame menuju transit area, baris dan antri lagi di Skytrain, pindah terminal, baris lagi dan melanjutkan jalan sampai ke transit area yang saat itu masih sepi. Selama berjalan pindah terminal semua orang nampak takjub celingak-celinguk melihat Changi Airport yang gelap dan kosong. Banyak yang merekam maupun mengambil foto airport sampai jalan ketinggalan dan di panggil untuk 'speed up please' dan 'please stay on the line', saya memilih jalan dengan tertib aja. Setibanya di transit area kami di info boarding 1 jam sebelum penerbangan dan nanti dipanggil lagi untuk menuju gate keberangkatan.


Begini penampakan gelang transitnya. Beda pesawat beda warna.

Mengantri Skytrain dengan tertib, berdiri pada tanda bulatan kuning yang disediakan.



Se-sepi ini transit area-nya pada saat saya masuk.

Nangkring disini sambil chat dan nonton video biar gak bosen.

Sebelum penerbangan, sudah ada yang info supaya saya bawa cemilan di tas, karena di transit area isinya cuma vending machine πŸ˜‚ Ya akhirnya cuma bawa coklat Chic-choc 2 bungkus, agak males juga kan ya musti buka-buka masker kalo ngemil. Tapi ternyataaaaaaa kita bisa delivery order! Hahahaha walopun sebenernya gak laper-laper amat (karena sempet makan di penerbangan CGK - SIN), ya akhirnya saya order Burger juga, just to try out the service *makhluk kepo*

Kapan lagi coba bisa delivery makanan di dalam airport πŸ˜€

Tinggal Scan QR Code, pilih resto yang available (seingat saya cuma ada 5 atau 6 yang buka dari T1-T3), bayar (menggunakan kartu kredit), dan tunggu. Kita akan menerima konfirmasi order melalui alamat email yang kita masukkan saat memesan dan dalam konfirmasi order ada nomor order. Pesanan akan diantar ke pintu masuk transit area, dan petugas akan memanggil nomor order kita.

Makan hasil delivery order. Semua di masukkan ke dalam container dan di bungkus saran wrap.

Oh iya, kalau kita sampaikan ke petugas mau merokok nanti petugas mengumumkan di transit area, siapa yang mau merokok silakan berbaris bareng-bareng, nanti petugas mengantarkan ke smoking area. Ditungguin deh selama merokok, kalau semua sudah selesai, di bawa balik lagi ke transit area LOL Saking keponya saya sempat menghitung berapa orang yang mau merokok, saat itu hanya 10 orang.

Setelah menghabiskan makanan hasil delivery order saya ke toilet untuk mandi (pakai disposable wash cloth yang mengandung alkohol), berganti pakaian dalam, cuci muka, sikat gigi, ganti masker, maklum penerbangan selanjutnya ber-durasi 15.5 jam, kalau fresh semua lebih nyaman. Jarak waktu sejak mendarat sampai penerbangan berikutnya adalah sekitar 5.5 jam. Tapi gak terlalu berasa ya, karena ada proses jalan ke transit area dan 1 jam sebelum penerbangan selanjutnya sudah boarding lagi. Tapiiii begitu keluar toilet saya cek jam. Loh, sepertinya seharusnya sudah menuju boarding gate nih, kok belum di panggil ya? Jalanlah saya ke pintu masuk dan cek... ternyataaaa rombongan penerbangan SIN - SFO sudah mulai berjalan menuju ke boarding gate!! Halah!! Mungkin dipanggil saat saya di dalam toilet, jadi gak dengar. Untung juga saya bukan satu-satunya yang ketinggalan, tapi petugasnya santai, katanya belum terlambat jadi gak perlu lari-lari.

Seperti biasa begitu tiba di boarding gate penumpang harus melewati pemeriksaan metal / bagasi sekali lagi. Bedanya dengan masa pre-pandemi adalah setelah melalui pemeriksaan kita tidak perlu duduk dan menunggu penerbangan, melainkan langsung berjalan masuk pesawat. Saya duduk paling depan, dan sederetan itu semua kursinya kosong dari ujung ke ujung. Satu kabin PE isinya gak sampai 15 orang.

Karena harus menggunakan masker terus selain saat makan, gak ada 1 penumpang pun yang ngemil dalam pesawat selain saya, males kali buka-buka masker 😁 Saya pun ngemil karena (yang pernah travel dengan saya pasti tahu) gak bisa tidur sepanjang 15+ jam penerbangan itu, sementara penumpang yang lain molor dengan sukses. Saya cuma baca, main game di HP, geser kanan, geser kiri... pas keluar dari lavatory, saya tanya ke FA: "Can I have some snacks, please?" FAnya kaya girang gitu akhirnya ada yang minta snacks, dikeluarin dong 1 tampah LOL Saya bilang cuma mau kacang aja, saya ambil 1 bungkus. Eh malah diambil seraup dan dikasih ke saya: "Take them, there's a lot." Bwahahaha lumayan deh di kantongin 😜 Oh iya, makanan selama penerbangan kayanya gak ada perubahan seperti masa pre-pandemi yah.

Penerbangan CGK - SIN. Spicy Beehoon, Pandan Cake. Karena bihunnya enak (rasanya pedas asam) saya pilih ini lagi dalam penerbangan SIN - CGK.

Penerbangan SIN - SFO, Dinner Menu. Es krim Vanilla nya enak banget.

Penerbangan SIN - SFO, Breakfast Menu. Ini enak semua, abis loh saya makannya.

Setibanya di SFO, gak ada keribetan dalam proses keluar pesawat, normal aja. Antrian imigrasi juga gak lama, mungkin karena terbatas pesawat yang beroperasi dan mendarat disana, tidak seperti biasanya. Total waktu sejak saya turun pesawat sampai keluar pintu airport sepertinya tidak sampai 30 menit. Begitu keluar pintu, terkena hembusan angin dingin sambil nunggu di jemput, baru deh sadar: "Hah! Gua nyampe juga disini! Berhasil juga keluar kandang di masa pandemi! Oh wow!" πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Ternyata banyak cerita dari perjalanan kali ini yang memakan waktu 1 bulan lebih termasuk karantina saat kembali ke Indonesia. Bertemu orang-orang tidak terduga, kenalan dengan teman baru, bisa merasakan bernafas di alam terbuka tanpa masker, pokoknya I feel so blessed beyond measure! Saya percaya saya bisa melakukannya karena berkat Tuhan. Apakah saya gak kerja selama disana? Kerja dong, ya kali bisa cuti sebulan gak kerja sama sekali πŸ˜… Dalam seminggu pasti ada beberapa hari WFH, dan waktunya disesuai kan dengan jam kerja kantor yang di Jakarta. Jadi biasanya saya kerja sekitar Pk. 22.00/23.00 (tergantung pulang jalan-jalan jam berapa😁) sampai Pk. 01.00 - 02.00 (kalau ini tergantung kerjaannya).

Begitulah ceritanya... apakah perlu dilanjutkan dengan cerita karantina hotel saat pulang yang bikin mati gaya? ROFL Semoga teman-teman bisa bepergian juga sebelum pandemi berakhir... nampaknya banyak yang sudah bepergian domestik ya? Semoga teman-teman lain yang belum sempat bepergian karena berbagai macam alasan bisa cari kegiatan berarti juga di rumah. Have fun!