Tuesday, February 16, 2021

JAPAN TRIP 2019: Shirakawago & Takayama, Typhoon Hagibis Yang Bikin Panik

 Sebelumnya...



Note: Banyak foto di postingan ini :) 

Jumat, 11 Oktober 2020
Sejak semalam mulai banyak berita tentang Typhoon Hagibis, ada beberapa daerah yang dilewati pun terkena banjir. Saat kami keluar pagi-pagi angin juga sedikit kencang, tapi kami masih berpikir semuanya baik-baik aja dan tidak akan mengganggu jadwal kami.

Kami naik kereta ke Nagoya Station dan langsung menuju ke Meitetsu Bus Center di lantai 4. Sempat celingukan cari tempatnya dan ke halte yang salah, karena saat kami tiba di atas ternyata signage penyelenggara tour nya belum dipasang 😅 Ada turis Cina juga yang mencari tour yang sama dengan kami. Setelah ketemu kami registrasi ulang sekalian saya lapor bahwa akhirnya kami hanya ber-8. Kami pun diberi pita penanda group yang harus disematkan di baju.

Tour Bus berjalan tepat waktu. Tour Guide kami seorang perempuan muda bernama Marie yang ternyata masih kuliah tahun terakhir di Nagoya University jurusan Hubungan International. Dia bekerja part-time menjadi tour guide untuk memperlancar Bahasa Inggris. Sepanjang perjalanan Marie menjelaskan tempat-tempat yang kami lalui. Waktu saya memuji Bahasa Inggris nya yang baik dan tidak terlalu beraksen dia menjawab: "My teacher is American, he won't be happy if my English is bad." 😂 Tujuan pertama kami adalah Takayama. Sempat mampir di sebuah rest area di tengah perjalanan dan menyempatkan diri beli soft cream dan korokke.

Bus parkir dan memberi kami waktu sekitar 90 menit untuk berjalan-jalan di sekitar Takayama Old Town. Takayama adalah sebuah kota pegunungan di Prefecture Gifu. Takayama Old Town adalah area dimana sentuhan tradisional masih di jaga, termasuk bangunan-bangunannya. Di jaman feodal, Takayama juga merupakan penghasil kayu dan tukang kayu berkualitas, sehingga pemerintahannya di kontrol langsung oleh shogun dan menjadi kota yang cukup makmur saat itu.

Agak susah juga foto disini karena selain ada kendaraan dan orang lewat, ya banyak yang mau foto juga. Bahkan sebelum itu ada pasangan calon pengantin yang berfoto pre-wed.

Andaikan rumah saya sekelilingnya seperti ini... apa daya adanya jalan tol 😂

Kalau gak salah ingat tempat ini adalah sebuah sake brewery, sayang masih siang padahal bisa taste test gratis loh hahaha

Selain mencoba soft cream matcha, saya juga sempat membeli 2 buah anting-anting di sebuah toko perhiasan. Sayangnya saya tidak sempat mencoba korokke yang terbuat dari Hida Beef yang menjadi specialty disana, karena 2x saya lewat toko yang menjual semuanya antri panjang.

Akhirnya dapat view yang agak sepi. Sebelumnya jalanan ini penuh dengan turis baik domestik maupun internasional. Saya menikmati sekali menyurusi jalan perlahan-lahan, berhenti melihat bunga di depan rumah penduduk. 

Sebuah kuil kecil di samping tempat tour bus kami parkir. Saat itu ada sekitar 3 tour bus yang sedang berada disana. 

Karena masih ada waktu, saya berniat mencari sebuah cafe kecil yang saya temukan online. Setelah mencari-cari selama 10 menit saya nyerah juga karena takut terlambat kembali ke bus. Tapi masih sempat berjalan-jalan di weekend market di ujung jalan. Ada 1 toko yang menjual fabrics khas Jepang, aduhhhhh saya lamaaa sekali berdiri didepan situ karena galau mau beli apa nggak 😂 Selain motifnya bagus-bagus, banyak yang lagi sale juga hahaha Tapi lagi-lagi gak jadi beli, karena ya saya gak bisa jahit, kalau minta jahitin orang lain belum tentu cocok. Sedih... jadi pingin les jahit... *loh*

Dari Takayama Old Town, kami menju tempat makan siang di Hotel Green Takayama. Tadinya saya pikir makan siang nya biasa aja, tapi ternyata buffet yang disediakan sangat lengkap! Dari makanan jepang sampai western. Dessert pun banyak, ada kue-kue kecil, pudding, buah-buahan segar. Cukup menyenangkan karena waktu yang disediakan juga tidak membuat kami terburu-buru walaupun harus antri dengan tertib. Staff hotel sangat ramah dan helpful, ketika toilet wanita di dekat ruangan makan siang penuh mereka menunjukkan toilet di lokasi lainnya yang lebih sepi. Jadi buffet tersebut tidak diatur di restoran mereka, tapi menggunakan sebuah ruangan besar / function hall. Sepertinya memang bekerjasama dengan penyelenggara tour untuk menyediakan makan siang.

Setelah 1 jam kami pun sudah berada di atas bus lagi, siap untuk berangkat menuju Shirakawa-go. Sesaat setelah bus mulai berjalan handphone saya bergetar, saya pun dengan santai membuka email yang masuk. Tapi oh tapi, surat yang masuk isinya adalah pembatalan bus kami dari Nagoya menuju Kyoto karena typhoon! Saya pun panik dan buru-buru browsing mengenai kondisi transportasi yang ada. Dan ternyata semua transportasi menuju Tokyo dan Kyoto dibatalkan termasuk dengan shinkansen. Waduh, akhirnya saya info ke teman-teman yang lain.

Hal pertama yang saya cek adalah: apakah bisa memperpanjang hotel 1 hari saja. Karena kabarnya transportasi tidak berjalan hanya 1.5 hari karena typhoon lewat. Setelah saya cek ternyata bisa, tapi harga perpanjangan 1 malam lebih mahal dari harga menginap 2 malam kami 😟 Hmm.. rasanya gak rela. Ada pesan masuk di FB dari Kota, dia tanya saat ini saya ada dimana dan kondisi bagaimana? Saya ceritakan soal pembatalan bus dan kemungkinan kami extend 1 hari di Nagoya. Kota justru bilang sebisa mungkin, kalau perlu malam ini juga pergi ke Kyoto karena keesokan hari nya cuaca Nagoya akan parah sekali, kami akan terkurung di hotel. Itupun kalau tidak ada banjir atau kejadian lain-lain, bisa-bisa kami tertahan disana lebih lama, sedangkan menurut Kota masih lebih aman Kyoto saat itu.

Tambah pusing saya... Saya tanya ke Marie, tour guide kami apakah benar sama sekali tidak ada transport ke Kyoto besok. Dia cek di HP dan bilang gak ada. Ya sudah, saya berusaha tenang. Karena mau naik shinkansen terakhir malam ini pun sudah tidak mungkin. Jadwal terakhir Pk. 21.15 sedangkan jadwal tour kami kembali ke Nagoya Station Pk. 20.00, kami belum packing dan masih harus beli tiket, tidak cukup waktunya. Tiketpun belum tentu masih ada. Kami semua meledek Om S yang juga adalah majelis gereja saya: "Ayo Om, doa majelis harusnya lebih manjur nih, Om berdoa dari sekarang supaya kita bisa ke Kyoto!" 😂 Yang lain masih bisa ketawa, saya ketawa tragis LOL Tapi kesantaian teman-teman cukup bikin kepanikan saya berkurang. Panik juga gak bikin kita bisa terbang pake baling-baling bambu ke Kyoto kan ya? 😆

Diperjalanan menuju Shirakawa-go sebagian ada yang mulai tidur. Saya masih browsing santai dan kirim pesan ke Takashi, host airbnb kami di Kyoto. Bertanya kalau memungkinkan apakah kami bisa check-in malam ini? Dia bilang gak bisa, masih ada tamu. Tapi dia minta di update juga kalau misalnya kami tidak bisa sampai di Kyoto besok, dia akan refund biaya 1 malam. Baik sekaliii... Saat mencari info tiba-tiba saya lihat berita dalam bahasa Jepang (baca pakai google translate) bahwa besok pagi masih ada 3 jadwal shinkansen menuju Kyoto dari Nagoya, semuanya pagi sebelum jam 07.00! Saya buru-buru tunjukan ke Marie, ini benar gak sih? Setelah membaca dia bilang sebentar saya cari infonya yang lebih jelas. Dia buka HP dan cari-cari berita, akhirnya dia konfirmasi bahwa benar masih ada 3 shinkansen yang menuju Kyoto. Kalau menuju Tokyo sama sekali tidak ada. Wah, saya happy sebentar tapi terus baru ingat, tiketnya gak bisa beli online, harus beli di loket! Saya langsung cek jam operasional JR Ticket Office di Nagoya Station, dan infonya tutup Pk. 20.00 😓 Haiya! Semua saya sampaikan ke group dan mereka bilang kalau memang harus extend 1 malam gak apa. Maka pasrah aja kami, que sera sera, whatever will be will be.

Setelah perjalanan sekitar 1 jam, kami tiba di Observatory Deck - Shirakawa-go, dimana kami bisa melihat seluruh view Shirakawa-go dari atas. Indah! 💓

Keluarga Tanuki di Observation Deck. Walaupun Tanuki sering disebut sebagai Racoon Jepang, sesungguhnya Tanuki termasuk dalam kategori Canidae atau binatang yang menyerupai anjing. Tanuki sendiri terkenal dalam mitos Jepang sebagai shape-shifter atau makhluk yang bisa berubah rupa. Banyak rumah yang memasang patung tanuki di depan pintu karena dianggap membawa rejeki.

Keren ya desa yang di kelilingi oleh gunung.

Kelihatannya dekat padahal masih agak jauh juga dan jalan menuju kesitu pun berkelok-kelok. Beberapa kali bus harus bergantian dengan mobil lain dari arah sebaliknya.

Sekali-kali ada muka saya gpp lah ya walaupun selfie nya juga buru-buru saking ramenya orang yang mau foto disana LOL

Sekitar 20 menit perjalanan kami pun tiba di Desa Ogimachi Shirakawa-go. Baru sampai parkiran aja kami sudah melihat pemandangan indah, dan kami harus melalui sebuah jembatan panjang untuk memasuki desa.

Kelihatan gak panjangnya jembatan? Nyebrang sungai ini loh.

Sungai-nya aja bersih banget ya... Tapi kering gak banyak air.

Shirakawa-go adalah sebuah daerah di sepanjang lembah Sungai Shogawa. Menjadi bagian dari UNESCO World Heritage Site di tahun 1995 karena atap rumahnya yang disebut Gassho-zukuri atau "seperti tangan berdoa". Arsitektur rumah / atap tersebut di buat untuk bertahan dari curahan salju di musim dingin. Kebanyakan rumah-rumah tersebut terdiri dari 3 - 4 tingkat dan atap Gassho di buat tanpa menggunakan 1 buah paku-pun! Murni hanya konstruksi kayu yang dibuat sedemikian rupa untuk mampu menopang atap dan melindungi rumah di setiap musim. Marie sempat menjelaskan bahwa banyak yang salah sangka mengira penduduk Shirakawa-go adalah orang biasa yang tidak punya banyak uang. Salah besar. Karena hanya 1 sisi atap Gassho itu biaya pembuatannya bisa mencapai JPY 20.000.000,- atau sekitar Rp 2.6 milyar dengan kurs tukar saat ini! Silakan di kali 2 untuk harga 1 atap utuh 😅 Hampir semua rumah disana adalah rumah peninggalan dari jaman dahulu, bahkan ada yang sudah berusia 250 tahun. Sehingga perawatan rumah-rumah ini pun tidak murah. Rumah-rumah ini disebut minshuku dan perlu perawatan dari waktu ke waktu yang pastinya tidak murah juga.





Agak bingung juga mendadak nemu patung The Thinker dari Rodin di depan sebuah rumah penduduk 😅

Pemandangan disini benar-benar magical. Saya jadi mengerti kenapa sampai ada yang terobsesi harus mengunjungi tempat ini dalam 4 musim. Saya termasuk orang yang ingin kembali walaupun mungkin gak dalam setiap musim 😊

Ada 3 rumah yang bisa di kunjungi (masuk sampai ke dalam) di Ogimachi ini: Wada House (rumah terbesar di desa, karena keluarga Wada termasuk keluarga paling kaya dan pemimpin desa), Kanda House (rumah keluarga Kanda yang terletak di tengah desa sehingga bisa melihat hampir seluruh desa dari jendela lantai paling atas) dan Nagase House (Keluarga Nagase adalah keluarga dokter. Rumah ini banyak showcase alat-alat kedokteran). Daytour sudah termasuk tiket masuk ke salah 1 rumah tersebut yang sudah di alih fungsi menjadi museum, kami sudah diberikan tiket saat masih di atas bus.

Sesungguhnya saya ingin mengunjungi Nagase House, tapi letaknya agak di ujung. Sedangkan Wada House ramai sekali, akhirnya kami memutuskan mengunjungi Kanda House. Cuaca cukup dingin saat itu, tapi begitu masuk ke dalam rumah rasanya langsung hangat karena ada perapian yang menyala. Dan seperti info yang saya dapat, pemandangan dari lantai atas memang bagus sekali! Sungguh tidak menyesal memilih masuk kesini.

Tampak depan dari Kanda House.

Kolam ikan di halaman persis sebelum pintu masuk.

Lantai 1. Perapian tradisional di tengah ruangan yang membuat lantai 1 menjadi hangat.

Kain pemisah ruangan yang sudah berumur ratusan tahun. Sampai gak berani pegang.

Di ruangan ini kita boleh minum teh hijau hangat yang sudah termasuk harga tiket. Miss M & Mr S berasa jadi tamu :)

Ini namanya butsudan atau altar keluarga. Selain berisi benda-benda keagamaan, biasanya juga jadi tempat meletakkan ihai yaitu papan berisi nama anggota keluarga yang sudah meninggal.

Tangga menuju ke lantai dua.

Kelihatan ya betapa luasnya ruangan ini. Lantai kayunya pun kokoh. Cukup gelap disini sehingga saya sempat tersandung.

Ada banyak barang rumah yang di pajang, bagian dari sejarah sejak berdirinya rumah ini.


Memasuki lantai 3 yang menjadi tempat pemintalan sutra.

Salah satu alat pintal yang cukup jelas di foto. Ada banyak lagi tapi kebanyakan fotonya gelap karena memang ruangannya gelap :(

Jendela Lantai 4 yang merupakan tempat penyimpanan.

Bisa melihat rumah-rumah sekeliling dari lantai 4 ini.

Semua rumah ini ada yang menempati dan tidak semuanya terbuka untuk turis. Jadi musti cek dulu sebelum nyelonong di halaman rumah orang :)

Bagian dari atap Gassho yang bisa terfoto di lantai 4.

Kanda House merupakan tempat terakhir yang saya kunjungi di Ogimachi. Kami pun harus berkumpul di bus sebelum Pk. 17.00 karena saat itu gerbang masuk dan keluar sudah di tutup.


Masih sempat foto sambil menunggu semua peserta tour berkumpul.

Bus kami menjadi bus yang terakhir keluar dari area parkir. Tidak ada yang terlambat berkumpul sebetulnya, tapi menunggu giliran bus keluar karena ada beberapa tour bus yang akan keluar bersamaan. Harus di beri jeda waktu karena seperti yang saya sebut di atas, jalan nya berkelok-kelok dan kadang harus bergantian dengan kendaraan penduduk setempat.

Cukup melelahkan tapi semua senang walaupun masih deg-deg-an dengan nasib perjalanan kami ke Kyoto. Sepanjang perjalanan kembali ke Nagoya Station bus sunyi senyap, hampir semua peserta tour tidur 😁

Tuhan sangat baik buat kami. Bus yang dijadwalkan tiba di Nagoya Station Pk. 20.00 atau bahkan lebih karena mulai ada angin kencang dan hujan kecil, ternyata malah tiba 15 menit lebih dini. Begitu bus merapat, saya langsung turun, pamit dan berterima kasih kepada pengemudi dan tour guide kami Marie dan langsung berlari menuju JR Ticket Office di basement! Cukup terengah-engah karena kami dari lantai 4 dan JR Ticket Office ada di tower sebelah yang menyambung dengan terminal bus. Sebelumnya saya sudah minta teman-teman yang lain untuk siapkan passport masing-masing.

Tiba di ticketing office saya lihat ada antrian... duh 😓 Mungkin karena lihat muka tegang saya yang celingukan bingung mau antri dimana, petugas tanya saya mau kemana. Saya bilang mau beli tiket ke Kyoto, eh langsung dibilang gak ada! Saya bilang lagi, saya lihat masih ada kok di internet! Dia bilang tunggu ya, dia masuk ke dalam dan sepertinya bertanya ke petugas ticketing, kembali sambil kasih X dengan tangannya, "No train!"  Masih belum nyerah, saya tanya sekali lagi: "Are you sure? No train at all? To KYOTO?" Lalu dia terdiam sejenak, dan tiba-tiba: "Ah, Kyoto!". Akhirnya dia memberikan tanda ke saya untuk mengikuti dia dan saya diantar ke satu loket yang tadi kosong, lalu sekarang ada petugas ticketing-nya. Halah, rupanya tadi dia sepertinya dengar TOKYO bukan KYOTO 😂 Udah cape juga kali ya ngurusin orang yang banyak nanya LOL

Petugas langsung tanya kami perlu berapa tiket dan tunjukin saya jadwal shinkansen yang beroperasi besok yaitu Pk. 06.05, Pk. 06.20 dan Pk. 06.45 yang terakhir. Sebelumnya saya sudah sempat cek harga tiket, jadi saya tunjuk yang saya mau dengan harga paling rendah. Tapi ternyata tidak ada lagi, akhirnya saya terima saja yang masih ada di Pk. 06.20 dan ternyata kalau beli minimal 6 tiket kami bisa dapat diskon! Hurah! Saya antri berdua dengan Mrs G, passport semuanya sudah saya pegang. Saat lagi pilih jadwal itu tiba-tiba saya mendengar banyak orang berteriak, begitu saya nengok ke belakang, pintu ticketing office nya tertutup secara otomatis, saya lirik jam di tangan, persis Pk. 20.00! Saya dengar petugas mengumumkan yang masih cari tiket silakan coba di ticketing machine. Karena ada diskon, tiket kami dapatkan dengan harga JPY 5.347/tiket. We were blessed! 😍💓

Keluar dari ticketing office, saya disambut wajah-wajah ceria teman seperjalanan, bahkan sampe tepuk tangan! 😂 Berhubung dimana-mana sudah di umumkan bahwa tempat-tempat umum akan tutup Pk. 21.00 untuk antisipasi cuaca buruk, kami memutuskan membeli bento saja untuk dimakan di kamar masing-masing. Saat kami berjalan kembali ke hotel memang sudah berasa angin mulai kencang dan sangat dingin, sedikit gerimis juga. Tiba di hotel saya langsung ke front desk untuk pesan 2 taxi bagi kami ke Nagoya Station besok subuh Pk. 05.00 karena kereta belum beroperasi jam segitu tapi dijawab tidak bisa karena belum tahu keadaan besok bagaimana. Akhirnya kami semua sepakat kalau memang harus jalan kaki ya sudah, jalan kaki saja. Siapin payung dan jas hujan aja deh. Tapi jam berkumpul jadi di majukan menjadi Pk. 04.30. Bah, ini sih baru melek udah bunyi alarm buat bangun 😅

Malam itu saya tidur sudah lewat tengah malam. Tiba di kamar saya makan malam yang sudah sangat terlambat sambil membalas pesan-pesan teman di Jakarta yang bertanya soal keadaan kami. Sekalian update Kota, memberitahu bahwa kami sudah mendapatkan tiket shinkansen untuk besok pagi. Oh iya, Takashi pun mengirim pesan kalau tamu sudah check-out sore itu dan dia sudah rapikan rumah yang akan kami tempati. Saya info bahwa kami sudah berhasil mendapatkan tiket shinkansen dan akan tiba pagi sekali, apakah boleh langsung masuk? Kalaupun kena charge setengah hari tidak apa, karena masih pagi sekali. Tapi Takashi bilang masuk saja biar aman, dia sudah sediakan air minum botolan in case kita tidak bisa keluar rumah nantinya. Saya jadi terharu...

Packing-pun saya selesaikan malam itu juga. Dan karena saya selesai mandi sudah hampir Pk. 24.00 saya sekalian tidur pakai baju yang akan saya pakai besok untuk pindah kota 😏 Ya kan hanya tinggal beberapa jam lagi! Supaya saya tidur nya enak tidak bangun terburu-buru kan yaaaaaa LOL Jadi subuhnya saya hanya tinggal cuci muka, sikat gigi, pakai sepatu dan jaket, langsung turun ke lobby.

Saat berbaring malam itu saya mengingat lagi apa saja yang sudah terjadi sepanjang hari... senyum-senyum sendiri dengan mata yang sangat berat, tapi kok susah bener mau tidur. Walaupun saya matikan AC udara masih tetap dingin, saya sempat bangun lagi cek apakah sudah saya packing semua barang-barang? Termasuk cek kulkas jangan sampe ada makanan ketinggalan hihihi Akhirnya sih tetap ketiduran sekitar 2 jam dan bangun sebelum alarm berbunyi.

Lalu gimana acara perpindahan dari Nagoya ke Kyoto besok? Lancarkah? Ya, itu cerita untuk bagian berikutnya, udah cukup panjang post kali ini sampe pegel ngetiknya 😆


No comments: